JAKARTA, Aparat gabungan menyergap dua pria yang menjual obat keras ilegal di Palmerah, Jakarta Barat, pada Kamis (14/2/2025) malam. Dalam operasi ini, petugas menyita berbagai jenis obat-obatan yang beredar tanpa izin resmi, termasuk tramadol dan trihexyphenidyl (trihex).
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (Balai POM) di Jakarta menilai maraknya penyalahgunaan obat keras ilegal berkaitan erat dengan meningkatnya kasus tawuran di ibu kota. Kepala Balai POM Jakarta, Sofiyani Chandrawati Anwar, menjelaskan bahwa obat-obatan ini sering digunakan oleh remaja sebelum terlibat aksi kekerasan.
Efek Obat Keras yang Memicu Tawuran
“Tramadol dan trihex dapat menekan rasa sakit, memberikan efek halusinasi, serta meningkatkan rasa percaya diri. Hal ini membuat penggunanya menjadi tidak takut saat terlibat tawuran, ” ujar Sofiyani dalam konferensi, Jumat (14/2025) pagi.
Lebih lanjut, Sofiyani mengungkapkan bahwa distribusi obat ilegal dilakukan melalui berbagai jalur, termasuk toko kosmetik yang menyelundupkan produk ini ke dalam jaringan mereka. “Pada tahun 2024, ada dua toko kosmetik dengan omzet besar yang terlibat dalam penjualan obat ilegal. Kasus ini sudah memasuki tahap persidangan, ” ujarnya.
Kronologi Penyergapan
Balai POM bersama Satpol PP dan Sudin Kesehatan Jakarta Barat melakukan inspeksi di sejumlah titik yang diduga menjadi pusat peredaran obat keras ilegal. Hasil operasi menemukan bahwa penjualan obat ini dilakukan secara bebas, terutama di kalangan remaja.
Menurut Sofiyani, pihaknya terus menggencarkan edukasi kepada masyarakat agar lebih memahami bahaya konsumsi obat tanpa resep dokter. “Kesadaran keluarga dalam mengawasi anak-anak juga sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan obat-obatan ini, ” jelasnya.
Balai POM juga menyoroti pola penyebaran obat ilegal yang semakin masif di Jakarta. Dengan bonus demografi dan akses internet yang mudah, Jakarta menjadi target empuk bagi peredaran obat terlarang. “Rasa ingin tahu yang tinggi di kalangan remaja menjadi salah satu faktor utama mereka terjerumus dalam penyalahgunaan obat, ” tambah Sofiyani.
Sebagai langkah pencegahan, Balai POM mengimbau masyarakat untuk membeli obat hanya di apotek resmi dan memeriksa izin edar melalui aplikasi BPOM Mobile. “Jika menemukan dugaan pelanggaran, masyarakat dapat melaporkannya melalui hotline Badan POM di 15533 atau media sosial resmi kami, ” pungkasnya.
Bahaya Tramadol bagi Remaja
Praktisi Kesehatan Masyarakat yang juga Kepala Seksi Pelayanan Medik dan Keperawatan RSUD Tamansari Jakarta Barat, Ngabila Salama, menyoroti bahaya penyalahgunaan tramadol di kalangan remaja. Menurutnya, tramadol merupakan obat analgesik yang digunakan untuk mengatasi nyeri sedang hingga berat, tetapi memiliki efek samping serius jika disalahgunakan.
“Tramadol dapat berdampak buruk pada remaja, menjadi pemicu tawuran atau perkelahian karena efek agresivitas dan adiksi yang ditimbulkan, ” kata Ngabila.
Ia menjelaskan bahwa tramadol bekerja dengan mengubah cara otak merespons rasa sakit, sekaligus memberikan efek euforia. Penggunaan dalam dosis tinggi atau dalam jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan fisik dan psikologis.
“Ketika efek obat mulai hilang, pengguna sering merasa gelisah atau frustrasi, yang dapat memicu perilaku agresif. Dampaknya dapat mengganggu hubungan sosial dan meningkatkan risiko konflik dengan keluarga atau teman, ” jelasnya.
Selain itu, tramadol juga dapat menyebabkan gangguan kognitif seperti menurunnya kemampuan belajar, daya ingat, dan konsentrasi. Efek ini berpengaruh terhadap prestasi akademik serta perkembangan mental remaja yang masih dalam tahap pertumbuhan.
Menurut Ngabila, remaja sering kali tidak menyadari bahaya tramadol karena minimnya edukasi mengenai obat keras ini. Tekanan sosial dan pengaruh lingkungan juga menjadi faktor yang mendorong mereka mencoba tramadol tanpa memahami risikonya.
“Kesadaran dini dan penanganan yang tepat sangat penting untuk melindungi remaja dari risiko ketergantungan tramadol dan dampak buruk lainnya. Mencegah penyalahgunaan obat ini memerlukan pendekatan yang holistik, ” ujarnya.
Sebagai bentuk pencegahan, pemerintah, tenaga medis, dan orang tua perlu memberikan edukasi mengenai bahaya penyalahgunaan obat keras. “Orang tua diharapkan dapat menjalin komunikasi terbuka dengan anak-anak mereka agar mereka memahami risiko tramadol dan trihex, ” tambahnya.
Selain itu, Ngabila menekankan pentingnya pengawasan terhadap obat-obatan di rumah. “Pastikan obat-obatan seperti tramadol hanya digunakan sesuai resep dokter dan diawasi penggunaannya, ” imbuhnya.
Perlunya Upaya Preventif dan Rehabilitasi
Pemerintah dan tenaga medis juga disarankan untuk menyediakan akses layanan konseling bagi remaja yang membutuhkan dukungan. Menurut Ngabila, sekolah dan komunitas dapat menjadi wadah edukasi kesehatan mental serta kampanye anti-narkoba guna mengatasi kecemasan hingga depresi yang dapat memicu penyalahgunaan obat.
Di sisi lain, kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN) perlu menggencarkan operasi pemberantasan narkoba dan obat-obatan terlarang di berbagai wilayah. Kombinasi antara tindakan hukum yang tegas dan program rehabilitasi dianggap sebagai langkah terbaik untuk menekan angka penyalahgunaan tramadol dan trihex di kalangan remaja.
“Terapkan pula aturan hukum yang tegas terhadap penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Namun, utamakan rehabilitasi bagi remaja yang sudah telanjur terlibat, daripada hukuman yang terlalu keras, ” pungkas Ngabila.(bp)