JAKARTA, Kebijakan pemberantasan kendaraan Over Dimension Overloading (ODOL) alias truk obesitas kelebihan muatan angkutan barang menimbulkan dilema. Zero odol ditargetkan dari mulai tahun 2021 tapi sampai sekarang belum bisa terealisasi.
Menanggapi hal itu, Pemerhati Transportasi dan Hukum Budiyanto menyatakan, Truk obesitas sulit diberantas karena ada tarik menarik kepentingan antara Perindustrian, Perdagangan dan Perhubungan.
Pelanggaran Odol, menurutnya mengakibatkan umur jalan mengalami penurunan batas normal, kecelakaan akibat obesitas sangat sering terjadi, karena dengan muatan melebihi batas maksimal komponen mobil tidak dapat bekerja secara normal , misal sistem rem.
Faktior keselamatan diabaikan , pemangku kepebtingan hanya berpiir apabila zero odol diberlakukan biaya logistik tinggi dan akan menjadi beban para pengusaha angkutan barang.
Baca juga:
HUT 497 Kota Jakarta, Apa Kabar Transjakarta
|
"Orientasi hanya berpikir provit oriented semata mengabaikan faktor keamanan dan keselamatan" ujar Budiyanto, Minggu (2/2/2025)
Budiyanto mengatakan para menteri terkait belum mampu memberikan solusi yang tegas terhadap obesitas truk angkutan barang.
"Top leader dalam hal ini Presiden harus turun tangan untuk mengokrestasi dan memimpin sampai memberikan kebijakan zero odol betul - betul bisa terealisasi".ucapnya
Ia menegaskan sudah waktunya walaupun terlambat zero odol dilaksanakan. Persiapkan Pengawasan dengan cara melakukan penegakan hukum dan tegas tanpa toleransi. Partisipasi masyarakat dalam pengawasan sangat diperlukan dan akan lebih efektif.
"Laporkan kepada Instansi yang berkompeten bila ada pelanggaran odol dibiarkan". pungkas Budiyanto (hy)